Petualangan Ari Dengan Vidya

Petualangan Ari Dengan Vidya

KILAUDEWASATante Hani tinggal di daerah Jakarta Timur di sebuah kompleks mewah. Om Hari, suaminya adalah pengusaha sukses yang memiliki beberapa hotel yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Tante Hani 6 tahun lebih tua dari ibuku. Tante Hani adalah anak pertama dari empat bersaudara. Ibu anak ke tiga, Kakak kedua ibuku bernama Tante Lidya berusia 4 tahun lebih tua dari ibu dan adik ibu Tante Alya dua tahun lebih muda dari ibu.

Seperti kisahku sebelumnya, kisahku dimulai ketika aku berusia 13 tahun. Aku mendekati ibu dalam usaha menidurinya selama lebih kurang setahun. Dan hanya sebulan aku menikmati hubungan dengan ibu sehingga ibu hamil. Saat itu ibu yang melahirkanku pada usia 18 tahun, berusia 32 tahun. Berarti, usia para tanteku saat cerita ini adalah Tante Tante Hani 38 tahun, Tante Lidya 36 tahun dan Tante Alya 30 tahun.

Mengenai Tante Lidya dan Alya akan aku ceritakan pada kisah yang terpisah.

Kini kembali ke Tante Hani. Tanti Hani telah menikah selama 19 tahun, pada saat ia berusia 19 tahun. Seperti halnya dengan keluarga kami, Tante Hani hanya memiliki satu anak. Anak sulung mereka bernama Mbak Vidya yang kini berusia 18 tahun. Sudah kelas tiga SMA. Sementara, Om Hari berusia 45 tahun.

Om Hari memiliki empat orang isteri. Maklum, orang kaya. Tante Hani adalah istri tertuanya. Tiga isteri lainnya tidaklah penting diceritakan. Yang patut diketahui adalah karena isterinya yang banyak inilah, maka Om Hari tidak setiap hari ada di rumah yang Tante Hani tinggali. Malahan, pada saat kisah ini diceritakan, yaitu sewaktu aku menginap, Om Hari sudah jarang sekali berkunjung. Hal ini yang menyebabkan Tante Hani menelpon ibu waktu itu.
Tante Hani lebih tinggi dari ibu. Sekitar 168 cm. Badan Tante Hani lebih berisi, dengan perut yang sedikit buncit, namun tidak berkesan gendut. Lengannya juga lebih gemuk dari ibuku. Namun, dadanya sangat besar. Ukurannya (yang kuketahui setelah mendapatkan dia) adalah 36 C. Sungguh stw tobrut. Kulit Tante Hani juga putih. Semua saudara kandung ibu memiliki kulit yang putih. Namun harus kuakui, walaupun wajahnya chubby, tapi tak kalah cantik dengan ibuku. Apalagi selain mancung seperti ibu, Tante Hani memiliki bibir yang tipis dan sensual. Walaupun rahangnya tidak setinggi ibu, namun dagu Tante Hani lancip menggemaskan. Singkat kata, wajah yang sensual.

Membayangkan Tante Hani ketika mobil kami hampir sampai ke rumahnya, membuatku horny. Saat itu sudah sekitar jam setengah tujuh malam. Aku membujuk ibu untuk parkir dulu di sebuah danau besar dekat komplek Tante Hani yang memiliki banyak tempat teduh. Banyak juga mobil ataupun motor yang parkir berjauhan di sana-sini, karena kudengar dari orang kompleks bahwa danau itu lokasi orang pacaran bahkan ada juga yang menyewa pelacur dan melampiaskan birahi di situ.

Aku ingin melampiaskan syahwat dulu dengan ibu, ibu mula-mula tidak mau, namun aku membujuknya dengan alasan aku tak punya kesempatan lagi kalau sudah nginap di rumah Tante Hani dan akhirnya ibupun mengalah. Jok depan kami turunkan dan kami beringsut ke kursi belakang sedan kami setelah ibu memarkir di pojokan jalan yang dinaungi pohon-pohon rimbun.

Ibu saat itu memakai blazer dengan tank top di dalamnya, dan rok selutut. Tak sabar aku melucuti blazer, tank top dan BH ibu. Ketika aku hendak membuka roknya, ibu melarang. Alih-alih membuka rok, ia membuka celana dalamnya tanpa membuka roknya.

“biar gampang masangnya lagi. Kamu buka celana aja. Baju ga usah. Supaya gampang juga.” kata ibu. Aku menurut saja dan beberapa detik kemudian bagian bawahku polos sementara ibu telanjang kecuali roknya yang ia tarik ke pinggang.

Dalam keremangan bulan Purnama, ibu terlentang di kursi belakang mobil dengan kepala di bagian kanan mobil, kaki kirinya tertekuk membuka bersenderan dengan bagian tegak kursi sementara kaki kanannya menginjak pinggiran kursi. Ibu sudah siap mengengkang di kursi sambil tiduran menunggu serangan anak tunggalnya.

Aku segera menindihnya dan mencecar bibir ibu yang merekah dengan buas. Kedua tanganku memeluk ibu keras dengan kedua telapak memegang pinggir kepala ibu, ibu jari di telinganya. Dalam sela-sela ciuman, ibu berkata,

“badan kamu panas banget. Kamu udah horny banget ya, Ri? Dasar anak kurang ajar….. nafsu sama ibu sendiri…”

Nafas ibu yang segar aku hirup dalam-dalam sehingga bau nafas ibu dan sedikit bau tubuh ibu masuk ke relung penciumanku. Semenjak kami rutin bersetubuh, aku selalu minta ibu untuk tidak memakai parfum ketika bersamaku, sehingga hidungku saat ini juga dapat samar-samar mencium bau tubuh ibu yang sangat kusukai itu. Kontolku yang sudah keras kupalangkan sejajar dengan garis bibir memek ibu. Kurasakan sudah lembab kemaluan ibu. Kami berciuman cukup lama sementara selangkangan kami asyik masyuk bergesekkan yang makin lama menyebabkan lubang surgawi ibu mengeluarkan cairan kewanitaannya.

Berhubung mesin mobil mati, AC pun mati. Maka tak lama, peluh kami berdua mulai bercucuran. Suasana dalam mobil yang panas ditambah situasi kami berdua yang sedang menikmati birahi membuat apa yang kami berdua rasakan sangat sensual dan hot. Bau tubuh ibu yang keluar dari kedua ketek indah ibu makin lama makin tajam pula. Bau yang sama yang kini mulai santer tercium yang berasal dari vagina ibu yang basah. Dari pengalamanku, aku tahu ibu sudah horny berat juga sama sepertiku.

Nafsuku begitu tingginya sehingga kini mulutku tak hanya menciumi bibirnya, tapi seluruh wajah ibu aku jilati, hisapi, kecupi dan ciumi. Bagian lehernya tak lupa kuselomoti, aku ingat untuk tidak mencupang, karena takut Tante Hani nanti curiga. Kemudian aku menarik tangan kiri ibu ke atas sehingga menyandar di pintu mobil. Serta merta ketek ibu yang wangi alami itu terbuka mempertontonkan bulu ketiak yang tercukur rapi namun tidak sampai gundul. Bulu-bulu ketek ibu tampak kecil-kecil dan tajam menghiasi keteknya yang putih.

Dengan penuh nafsu kujejalkan hidungku ke tengah ketek ibu yang mengeluarkan bau perempuan yang khas. Aroma tubuh ibu begitu nikmatnya kusedoti hingga masuk ke rongga penciumanku, merangsang syaraf-syaraf indera penciumanku, makin membekas di memori dalam syaraf-syaraf sinaptik dalam otakku, membuat rasa cintaku kepada ibu lebih dalam dan luas. Membuatku tak puas-puasnya menikmati kebersamaan dengan ibu, tak puas-puasnya menghirup aroma tubuh ibu, tak puas-puasnya menikmati kehangatan tubuh ibu. Ibu adalah dahagaku yang tak dapat aku puaskan.
Sementara tangan kiriku mulai meremasi tetek kanan ibu yang besar dan kenyal. Kulitnya yang halus, licin dan basah begitu nikmatnya terasa di telapakku, sementara jari telunjuk kananku menjelajahi mulut ibu yang membalas dengan menjilati dan menyedoti jariku itu.

Setelah beberapa menit menikmati harum ketek ibu, aku mulai menjilati seluruh ketiak ibu. Rasa asin dan getir di lidahku ditambah gelitik bulu-bulu ibu yang pendek dan tajam, kembali mengirimkan sinyal kenikmatan dalam otakku. Seluruh akalku kini tertuju kepada keindahan bentuk dan aroma tubuh ibu. Seluruh otot dan syarafku kurasakan bersiaga penuh. Sekujur kulitku yang menempel di kulit ibu yang basah dan hangat seakan dapat aku rasakan sekaligus. Ibuku bagaikan kulitku yang kedua. Keindahannya dapat aku rasakan di sekujur tubuh.

Saat itu kami berdua sudah basah kuyup oleh keringat. Pada bagian kulit kami yang saling menempel, peluh kami bercampur menjadi satu, tanda bahwa ini adalah permulaan, permulaan percampuran yang lebih indah lagi. Dan ibu tampaknya tidak sabar menunggu percampuran yang terindah itu, karena tangan kanannya telah menggenggam kontolku saat itu dan menariknya ke lubang memeknya.

Kepala kontolku tahu-tahu sudah menancap di ujung lingkar lubang memek ibu yang sudah banjir oleh cairan pelumas dari ibu di tambah keringat kami berdua. Aku tak tahan dan segera menghujam lubang kencing ibu dalam-dalam dengan kontolku yang sudah tegang itu. Dalam satu gerakan cepat kemaluan kami berdua sudah bersatu hingga selangkangan kami menempel tanpa ada jarak lagi.

Kami berpelukan ketika dan memek kami bersatu lagi dan bersama-sama mendesah keras karena sensasi ini. Kami akhirnya menjadi satu tubuh tanpa ada yang menghalangi. Kulit dengan kulit, otot dengan otot. Otot vagina ibu membungkus secara sempurna seluruh otot kemaluanku. Lubang surgawi ibu memang surga bagi kontolku. Begitu sempit, hangat dan licin.

Aku selama ini berasumsi bahwa setelah kami sering bersetubuh, memek ibu seiring waktu tidak akan seketat pertama kali kami ngentot. Tapi, tidak begitu kenyataannya. Vagina ibu selalu saja sempit. Mula-mula kukira karena otot memek ibu yang selalu elastis dan kembali ke ukurannya, tetapi, ternyata aku salah. Ketika pertama kali aku mengukur penisku (setahun yang lalu), penisku sepanjang 13 cm. tapi ketika beberapa hari yang lalu aku ukur, ternyata kini panjangnya hampir 15 cm. rupanya penisku masih dalam pertumbuhan. Ini mungkin yang menyebabkan sensasi persenggamaan dengan ibu selalu bagaikan saat pertama kami bersetubuh. Ketika ibu kuberitahu, ibu tertawa dan berkata ukuran penis ayah 13 senti. Jadi saat ini, penisku sudah lebih panjang, bahkan diameter penisku kini sudah jauh lebih besar dari ayah. Aku selalu bangga dengan fakta ini.

“Ohhhhh Ariiiii….. kamu enak banget sayaaanggg… memek ibu jadi penuh rasanya….. hmmmmmm genjot memek ibu lebih keras lagi sayaaangg…. Gagahi terus ibu…… gesek terus kamu dalam-dalam…..”

Aku memperkeras sodokanku sehingga kontolku menghujam vagina ibu lebih kuat. Ini menyebabkan suara benturan selangkangan kami mulai membahana di dalam mobil. Aku sudah tak peduli bila mobil kami dilihat orang lain bergoyang-goyang. Yang jelas aku hanya konsen menikmati tubuh ibuku yang seksi ini.

Kami berdua selalu menatap mata satu sama lain bila kami mengoceh ketika kami bersenggama. Kami saling berbicara jorok sambil bertatapan untuk kemudian diselingi berciuman atau salah satu kami menjilat atau menciumi atau menyupangi bagian tubuh kami yang lain untuk kemudian meneruskan pembicaraan kotor kami.

Sambil menatap ibu aku berkata, “memek ibu hangat dan sempit. Nikmat banget Ari rasakan”

“dasar bandel! Kamu suka memek ibu kamu sendiri. Ibu yang ngelahirin kamu. Yang ngerawat kamu.”

“Iya… Ari lahir dari tubuh ibu lewat memek ibu yang legit. Sekarang Ari kembali masuk dalam tubuh ibu juga lewat memek ibu…. Ibu memang perempuan yang paling sayang sama Ari… semuanya dikasih untuk Ari… bahkan memek ibu yang suci dan indah juga dikasih untuk Ari…. Ari mencintai ibu luar dan dalam….”

Lalu aku mencium bibir ibu. Ibu membalas tak kalah hot-nya. Lidah kami menarikan tarian rujak bibir yang sangat basah hingga ludah kami tak hanya bertukaran di mulut tapi terkadang merembes keluar, seirama dengan tarian persenggamaan yang sedang berlangsung di bagian bawah antara mudaku dan memek dewasa ibu.

Terkadang kami bertukaran ludah bukan dengan jilatan-jilatan saja. Aku perlahan meludahi mulut ibu dan ibu membuka mulut dan mengeluarkan lidahnya menyambut air liurku. Ketika air liurku jatuh di lidah ibu, ibu akan memainkan lidahnya dalam mulut sehingga ludahku tersebar di relung mulutnya, gigi, langit-langit dan gusinya untuk kemudian ia telan dengan gerakan yang amat erotis.

Terkadang lidahku menjelajahi wajahnya. Bahkan lubang hidung ibu kuentot dengan lidahku. Dapat kurasakan bulu hidung dan dinding hidung ibu di lidahku. Terkadang telinga dan lubangnya yang kugagahi dengan lidahku. Singkat kata seluruh wajah ibu dan rambutnya pernah kurasakan dengan lidahku.

Bahkan di rumah, pernah aku sejam hanya menjilati ibu dari ubun-ubun sampai ujung jempol kakinya. Seluruh tubuh ibu telah kurasakan dengan mulut dan lidahku. Tidak ada satu titik pun yang terlewati. Aku tahu rasa kulit ibu di seluruh tubuhnya. Tubuh ibu adalah idamanku. Tubuh ibu adalah hidupku. Aku tak dapat hidup tanpa ibu.

Hubungan seksual kami memang selalu intens. Bahkan ketika kami tidak bersetubuh, kami selalu mengeksplorasi tubuh satu sama lain. Pernah kami saling menjilat lidah dengan posisi tiduran dengan kepala kami yang terbalik satu sama lain sehingga ujung lidah atas kami bertemu dan kami lakukan hampir setengah jam. Terkadang aku di atas terkadang ibu yang di atas. Aku paling suka bila aku di bawah kala kami saling menjilati lidah dengan posisi itu, karena air liur ibu akan jatuh ke mulutku. Dan aku suka rasa maupun aroma ludah ibu.

Bahkan ketika makan, kami pernah melakukan sambil kontolku di dalam memek ibu. Kami makan di ruang tamu di mana mejanya rendah. Dengan tubuh kami yang menyamping, lengan kami sejajar dengan meja dan piring makan di meja persis di samping kami. Aku duduk di lantai dengan kaki melonjor sementara ibu menduduki kontolku dengan memeknya, kedua kakinya menjepit pinggangku dengan posisi duduk kaki di tekuk. Kami tidak ngentot, tapi kami makan dengan kemaluan kami bersatu.

Ibu akan mengunyah makanan tanpa menelan lalu melolohkan makanan di mulutku bagaikan induk burung menyuapi anaknya. Ini memang ideku. Ibu akan menyuapi aku sampai habis makanan di piring dengan cara ini.

Kemudian giliran ibu yang aku suapi. Ibu akan sedikit merebah di lantai dengan kedua siku menyangga tubuhnya, sementara kepala ia senderkan di kaki sofa sehingga tubuhnya akan melengkung agar aku mudah mencapai mulutnya dengan mulutku. Lalu aku akan gantian melolohkan makanan dari mulutku ke mulutnya. Barulah setelah kami selesai makan, aku akan mengentoti ibu di lantai setelah ibu beringsut merebahkan kepalanya di lantai.
Setiap hari ibu akan mengerjakan tugas dirumah bugil. Begitu juga aku. Seringkali aku menyetubuhinya dari belakang ketika ia cuci piring, atau mengentoti ibu dengan posisi doggy ketika ia sedang mengepel lantai. Sering pula ketika kami menonton TV, aku akan menghisapi puting dan tetek ibu sebelum akhirnya bersetubuh setelah kami horny.

Bahkan ketika kami berdua sudah lemas dan tak mampu lagi berhubungan seks dan bersiap tidur, aku akan menciumi, menjilati, mencupangi, menghisapi, meremas-remas sekujur tubuh ibu. Bagian yang sering aku kerjai adalah payudara dan vagina ibu, tentu saja.

Itulah kenapa akhirnya ibu hamil. Tak ada satu haripun lewat tanpa kami bersetubuh. Bahkan rekor kami dalam sehari pernah sepuluh kali kami melakukannya. Entah sudah berapa ratus kali kontolku menembakkan spermanya dalam rahim ibu, entah berapa juta spermaku yang berenang dalam tubuh ibu mencari sel telurnya. Melihat statistik seperti itu, tak heranlah bahwa aku dapat menghamili ibu dalam waktu hanya sebulan.

“Aaaahhhhhhhhh……. kamu enak bangeeeet…….. gedeeee…… keraaaasss…… terus Ri…. Entoti ibu…. Entoti ibu keras-keras…… kontolmu emang hebaaattt…….. ibu cinta kontolmu, Ri……”

Tante Ernie Santai Minum Wine Netizen Justru Tegang

“Memek ibu legit……. Indah….. cantik…… seluruh tubuh ibu indah…… wangi lagi…… biar ga mandi tetep aja ibu haruuummm….. Ari mencintai ibu…… Ari mau jadi suami ibuuuuuu….”

“Kamu udah jadi suami ibu, riiiii….. kamu sudah menghamili ibumu sendiriiii…. Ibu sudah jadi isteri kamu, Riiiiii……”

Kini mobil kami sudah bergoyang dengan hebat. Kami saling menumbukkan selangkangan dengan keras dan cepat. Kami sudah tidak berciuman lagi, karena mulut kami mengeluarkan lidah di mulut yang terbuka dan lidah kami bagaikan bertarung saling menjilat dengan brutalnya sambil terkadang salah satu dari kami berbicara dan yang lainnya tetap menjilat dan sebaliknya.

“kontol anakmu enak, bu? Enak dientot anak sendiri, bu?”

“enak, ri…. Enak…… goyang ibu yang keras, rii….”

Akhirnya, dalam waktu yang sama kami berdua berteriak keras saat orgasme melanda. Spermaku berhamburan masuk ke rahim ibu seakan tak mengerti bahwa mereka tidak berguna, karena rahim itu sudah mempunyai penghuni, dan tidak ada lagi sel telur yang dapat dibuahi….

Akhirnya kami sampai juga di rumah Tante Hani. Saat itu sudah pukul 8 lewat. Mbak Vidya yang membukakan pintu. Mbak Vidya itu tinggi seperti Om Hari. Tingginya sekitar 170 cm. Kulit Mbak Vidya putih dan hidungnya mancung, namun matanya sedikit sipit. Walaupun dadanya tidak sebesar ibu atau Tante Hani, tapi dada itu mancung dan proporsional untuk tubuh langsingnya. Ukurannya 36 A.

Tak beberapa lama kami semua makan. Tante Hani dan ibu asyik berbicara, sementara ada keheningan di antara aku dan Mbak Vidya. Setelah kami selesai makan, ibu dan Tante Hani beranjak ke sofa dan menyuruh kami untuk jangan mengganggu mereka karena ada yang ingin dibicarakan. Mbak Vidya menemaniku dan mengajakku ngobrol di kamarnya sementara aku dengan malu-malu menjawab sedikit-sedikit. Ada ceritanya kenapa aku malu-malu.

Sedari dulu, Tante Hani dan Ibu memang dekat. Seringkali di akhir pekan saling mengunjungi sehingga aku dan Mbak Vidya juga lumayan dekat. Aku sudah naksir Mbak Vidya jauh sebelum aku mulai terobsesi dengan ibu. Pertama-tama aku hanya merasakan sangat sayang selayaknya seorang adik kepada kakaknya. Namun semenjak kelas 6 SD tiga tahun yang lalu, saat pergaulanku di sekolah mulai membuat aku tahu mengenai pacaran dan ciuman, aku mulai melihat Mbak Vidya secara lain. Ingin sekali aku mencium bibirnya yang mungil dan merah itu. Apalagi Mbak Vidya yang berusia 17 tahun mulai menunjukkan tubuh seorang gadis. Kedua payudaranya sudah membentuk dan terlihat menggunung. Aku yang sebelumnya tidak menyadari, menjadi sadar penuh bahwa Mbak Vidya adalah gadis yang seksi.

Saat itu aku dan ibu sedang menginap di rumah Tante Hani. Masih teringat jelas olehku saat itu aku sedang menemani Mbak Vidya yang mengerjakan tugas di komputernya. Komputer itu ditaruh di meja yang rendah sehingga tidak perlu menggunakan meja. Mbak Vidya saat itu memanggilku karena ia hendak mengajariku cara menulis dokumen menggunakan * Word.

Aku bersimpuh menyamping di belakang Mbak Vidya namun agak ke kanan agar aku bisa melihat layar computer. Saat itu sore hari, Mbak Vidya baru saja mandi dan menggunakan daster bertali tipis. Bukan daster tembus pandang, hanya daster anak remaja biasa bermotif kotak-kotak. Namun dengan posisiku saat itu, kepalaku tepat di sebelah kanan pundaknya namun dari belakang. Hidungku berjarak sekitar 20 cm dari lengan telanjangnya. Tubuh Mbak Vidya begitu harum.

Sambil bekerja, Mbak Vidya menjelaskan banyak hal yang sedikit sekali kudengar. Yang jelas, entah kenapa aku mulai berani mendekatkan kepalaku sedikit demi sedikit ke pundaknya. Kehangatan badan Mbak Vidya mulai kurasakan selain panasnya suhu tubuhku sendiri yang dipacu oleh debaran jantungku yang mulai menggila.

Sedikit demi sedikit hidungku mendekat. Akhirnya dalam gerakan cepat, hidungku bersentuhan dengan pundak lengannya yang halus, namun secepat itu pula aku menarik kepalaku. Mbak Vidya Nampak sedikit terkejut dan menoleh ke arahku, sementara aku pura-pura manggut-manggut dan melihat layar computer.

Mbak Vidya kembali menatap layar dan aku menjadi lega. Namun di lain pihak, aku menjadi horny dan ingin kembali merasakan kehalusan kulit kakak sepupuku itu. Aku mendapat ide. Aku segera mendoyongkan badan kedepan sehingga daguku menempel di pundaknya sedikit sambil menunjuk layar monitor dan bertanya,

“Itu yang namanya kursor ya? yang kelap-kelip itu?”

Mbak Vidya kemudian mengangguk dan menjabarkan kegunaan kursor kepadaku. Sementara aku hanya berfokus kepada daguku yang menempel di pundaknya. Mbak Vidya tidak curiga apa-apa. Ia terus bekerja sambil kadang menjelaskanku mengenai office. Lama-kelamaan aku beringsut ke samping Mbak Vidya dan menggelayutkan daguku di pundaknya.

“kenapa dek?” katanya sambil menoleh ke belakang yang membuat pipinya hampir tabrakan dengan hidungku.

“Ari kan pendek, Mbak. Kalo ga berjingkat ga kelihatan. Cuma kalo naruh dagu di pundak gini jadi pegel juga. Soalnya harus berlutut. Gimana kalo Ari peluk dari belakang aja terus nyender ke Mbak Vidya?”

“Ada-ada saja, kamu. Terserah gimana enaknya aja,” jawabnya tanpa menaruh curiga.

Aku dengan senang hati merubah dudukku. Kini kedua kakiku mengangkang mengapit tubuhnya dari belakang, namun tidak sampai kena. Malu juga kalau batangku yang sudah keras dirasakan Mbak Vidya menekan tubuhnya. Namun kedua tanganku melingkari perutnya dari belakang dan karena aku pendek, maka kini hanya mataku yang melewati pundaknya. Sementara hidungku sudah dekat sekali dengan pundak Mbak Vidya. Bahkan nafasku yang hangat dapat aku rasakan terpantul pundak putihnya yang mengkilat bagai porselen cina.

Tubuh Mbak Vidya harum sekali. Aku menjadi lupa daratan, sementara aku tidak dengar lagi suara indah Mbak Vidya sedang berbicara padaku sambil mengetikkan essay yang adalah pekerjaan rumahnya. Sedikit demi sedikit hidungku mendekati pundaknya. Ini berarti bibirku juga mulai mendekat. Entah berapa menit aku tidak menyadari hingga akhirnya hidungku menempel pundak kanan Mbak Vidya dan bibirku perlahan menyentuh juga pundak belakang Mbak Vidya.

Mbak Vidya menggigil pelan.

“Ih Adek…. Geli tau…..” katanya. Tapi ia tidak melarangku melainkan meneruskan pekerjaannya.

Aku menikmati wangi tubuhnya dan betapa halusnya pundak Mbak Vidya. Selama beberapa saat aku asyik terdiam dengan hidung dan bibir menempel di pundaknya sampai baru menyadari bahwa Mbak Vidya tidak lagi berbicara melainkan hanya mengetik saja.

Ingin sekali aku membenamkan wajahku dalam-dalam di pundak Mbak Vidya namun aku tidak berani. Kami terdiam beberapa lama dengan Mbak Vidya yang mengetik sambil dipeluk olehku dengan pundak yang tempel dengan hidung dan bibirku. Aku kini bernafas di pundak Mbak Vidya dan Mbak Vidya tampak tidak terganggu. Namun, kenikmatan ini berakhir ketika kami mendengar Tante Hani memanggil untuk makan malam. Dalam kecanggungan kami memisahkan diri.

Hari itu kami tidak saling berbicara. Ada keanehan yang menggantung. Namun, semenjak saat itu, Mbak Vidya menjadi obsesiku dan rasanya aku ingin sekali bertemu dengannya setiap hari. Minggu depannya aku bujuk ibu untuk menginap lagi di rumah Tante Hani dan ibu setuju.

Ketika aku datang, Tante Hani bilang Mbak Vidya baru saja naik ke kamarnya untuk mengerjakan PR Komputer. Aku senang sekali. Entah kenapa sebagai anak kecil aku tidak ada rasa takut saat itu, tapi itulah yang terjadi. Aku bergegas ke kamarnya dan mendapati dia sedang asyik mengetik. Betapa bahagianya aku ketika melihat Mbak Vidya mengenakan tank top dan celana pendek, rambutnya yang sebahu diikat melingkar di belakang kepala. Berarti ada kesempatan cium pundaknya lagi, bahkan lehernya kini terbuka.

“Lagi ngapain Mbak?”

“Ini lagi main Friendster (saat itu belum ada Facebook).”

“Friendster? Aplikasi baru ya? ajarin donk….”

Mbak Vidya tertawa pelan dan berkata, “sini Mbak ajarin. Duduk di belakang Mbak kayak kemarin.”

Aku segera memposisikan diri seperti kemarin dan memeluknya. Tak lama aku mulai bernafas di pundaknya lagi. Sejak saat itu kami selalu “belajar” computer. Dan aku sungguh amat senang menginap di rumah Tante Hani.

Tentu saja terkadang mereka menginap di rumah kami, dan berhubung aku juga punya computer, maka aku selalu meminta ia mengajariku dan ia selalu bersedia.

Pada mulanya aku hanya berani bernafas di satu tempat, namun setelah beberapa bulan, aku mulai berani memindahkan hidungku ke samping. Hanya sesekali. Session kami biasanya berlangsung sejam. Dalam sejam itu aku mungkin hanya pindah lima kali. Setelah enam bulan lebih aku berani pindah ke pundaknya yang kiri. Lucunya, akhirnya Mbak Vidya sudah tidak lagi mengajariku computer, karena setelah beberapa bulan, dia hanya berdiam saja di depan computer. Komputernyapun tidak dinyalakan.

Satu bulan setelah itu, aku mulai berani memindahkan hidung dan mulutku beberapa kali secara perlahan dalam waktu yang agak lama. Pada bulan ke delapan aku mulai tidak sabar dan akhirnya memutuskan untuk mulai memindahkan mulut dan hidungku lebih banyak lagi sehingga akhirnya mulai terlihat seperti orang yang menciumi pundak.

Masuk bulan berikutnya, ketika kami masuk kamar, Mbak Vidya duduk di pinggir tempat tidur, membuatku merasa lebih berani dan tentunya lebih horny lagi. Lalu aku mulai mengendusi dan mengecupi pundak Mbak Vidya. Aku hanya berani mengecup perlahan. Namun kecupan pertamaku membuat Mbak Vidya menarik nafas karena terkejut, namun ia tidak marah.

Lucunya, kami tidak bertindak lebih jauh. Aku tidak berani lebih jauh karena sebenarnya aku takut Mbak Vidya akan marah lalu menghentikan kegiatan kami. Namun kami berduapun tahu menyadari bahwa hubungan kami ini sudah lebih dari hubungan saudara sepupu. Hubungan kami kini dihiasi oleh sensualitas terlarang.

Terakhir kami melakukan itu adalah ketika sekolah telah berakhir dan liburan sekolah sudah dimulai.

LANJUT PART 2>>>

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *