Ivan tidak pernah menyangka bahwa pertemuan singkat di bandara itu akan mengubah ritme hidupnya (Bercinta dalam Diam).
Felicia, manajer pemasaran dari kantor pusat, tampak berbeda dari gambaran yang selama ini ia kenal lewat email — jauh lebih hangat, lebih hidup, dan entah bagaimana, lebih mudah membuat orang lupa cara berpikir logis.
“Terima kasih sudah menjemput,” katanya sambil tersenyum. Suaranya lembut, tapi tegas.
Sepanjang perjalanan menuju kantor klien, obrolan mereka ringan — tentang pekerjaan, tentang musik, tentang betapa cepatnya waktu berjalan ketika seseorang menikmati hidup. Di sela tawa kecil itu, ada jeda yang terlalu lama untuk disebut kebetulan.
![]()
Setelah pertemuan kerja selesai, mereka makan malam di sebuah kafe kecil dekat bandara. Lampu temaram dan suara hujan di luar membuat semuanya terasa lebih dekat dari seharusnya.
Mereka bicara tentang kesepian, tentang tanggung jawab, tentang apa artinya tetap kuat ketika dunia menuntut terlalu banyak.
Ivan sempat ingin berkata sesuatu, tapi Felicia lebih dulu menatapnya — lama, penuh arti.
“Kadang kita tidak butuh alasan untuk merasa nyaman dengan seseorang,” ucapnya pelan.
Ia tersenyum, dan senyum itu bertahan di kepala Ivan bahkan setelah pesawat yang ditumpangi Felicia hilang di langit malam.
Sejak malam itu, hubungan mereka tidak lagi sama.
Telepon-telepon kerja berubah menjadi percakapan larut malam. Tawa berubah jadi rindu yang tak boleh diungkap. Setiap kali bertemu dalam rapat daring, pandangan mereka saling bertabrakan — cepat, tapi cukup untuk membuat jantung berdebar.
Baca Juga : berita harian Terlengkap di sini
![]()
Suatu hari, Felicia dipindahkan sementara ke kantor cabang tempat Ivan bekerja. Semua orang mengira kedatangan itu murni urusan proyek. Hanya mereka berdua yang tahu, setiap interaksi sederhana adalah ujian.
Ivan menahan diri untuk tidak memperlihatkan apa pun. Felicia tetap profesional — tapi sesekali, ketika semua orang sudah pulang, mereka masih duduk di ruang rapat, membahas hal-hal yang bukan lagi tentang laporan penjualan.
“Kalau saja keadaan berbeda,” bisik Felicia suatu malam (Bercinta dalam Diam).
Ivan hanya tersenyum, menatap cangkir kopi yang sudah dingin.
“Mungkin justru karena keadaan seperti ini, kita tahu perasaan ini nyata,” jawabnya.
Tidak ada pelukan, tidak ada sentuhan. Tapi ada sesuatu yang lebih dalam — semacam pengakuan tanpa kata, cinta yang memilih bertahan dalam batas, bukan karena takut, tapi karena menghormati.

