KILAUDEWASA –
Pagi itu seperti pagi pagi biasanya. Awan berarak rapi diatas langit yang cerah. Matahari tidaklah terik benar. Waktu baru menunjukan pukul sepuluh pagi. Sabtu itu aku baru saja selesai bertemu client untuk urusan bisnisku yang semakin berkembang. Masih dengan berpakaian necis dengan setelan kemeja lengan pendek dan celana bahan sambil mendengarkan lagu – lagu dari strereo set mobilku aku perlahan memasuki kompleks perumahan tempat tinggalku. Tampak didepan telah ramai bapak – bapak dan anak – anak muda yang sibuk bekerja bakti di depan jalanan kompleks rumahku. Salah seorang dari mereka yang juga menjabat sebagai bapak RT di lingkunganku menyapaku dengan lantang hingga dapat terdengar oleh yang lain.
“Waduuuhhh… gagah banget pak Adi, baru pulang nih?. Ko libur – libur gini rapi pak?”. Pak RT menyapaku dengan senyuman lebar yang selalu tersungging di bibir hitamnya yang dipengaruhi banyaknya dia mengkonsumsi rokok kretek.
“Gak Pak Erte, abis ketemuan sama Client Pak. Waduh jadi telat deh saya nih ikutan kerja baktinya.” aku berkata sambil turun dari mobil yang kuparkir tepat disamping lahan kosong hingga tidak mengganggu aktifitas kerja bakti tersebut. Sepatu telah kutanggalkan dan kuletakan di bawah bangku depan, celana panjang ku angkat hingga mencapai lututku.
Aku turun ke got yang tak seberapa dalam tepat disamping pak erte yang sedang menggali lumpur – lumpur hitam yang memenuhi salurannya sehingga membuat air yang mengalir menjadi terhambat di iringi dengan tatapan hampir semua orang yang tengah bekerja bakti membersihkan saluran – saluran air yang mengelililngi kompleks perumahanku. “Gak ganti dulu pak Adi?. Sayang kan baju keren – keren gitu jadi kena lumpur”. Pak erte bertanya dengan suara yang kurang jelas dikarenakan di mulutnya terselipi sebatang rokok kretek kegemarannya. “Tanggung Pak, nanti juga dicuci”. Tanganku meraih sebuah pengki yang terletak disebelahku untuk mengangkut lumpur – lumpur hitam yang memenuhi got.
Diselingi dengan canda dan tawa baik yang tua maupun yang muda. Hhhmmm…. Sungguh rasa gotong royong yang menjadi semboyan para leluhur dapat mempererat hubungan sosial antar penghuni perumahan ini.
Setelah hampir satu jam lamanya berkutat di satu got ke got lainnya, para pekerja dadakan itupun beristirahat sambil menikmati makanan ringan yang telah disediakan oleh para ibu – ibu dan remaja putri. Diantara ibu – ibu muda tersebut terlihat sebuah pemandangan manis dihadapanku yang hanya berjarak kurang dari 10 meter. Ibu Rina yang masih tetangga seberang blok dengan rumahku tampak begitu mempesona dengan balutan celana jeans ketat sedengkul dan baju kaos ketat hingga menampakkan lekuk tubuhnya yang masih kencang karena rajin berolah raga, walaupun telah mempunyai anak namun tetap saja pancaran pesona wanita dewasa begitu melekat di tubuhnya. Aku yakin bukan saja aku yang tertarik dengan pesona dari Ibu Rina ini.
Sempat juga kutangkap lirikan mata pemuda – pemuda tanggung yang sering mencuri pandang kearah Ibu Rina sambil tertawa kecil dengan rekan disebelahnya. Mungkin mereka juga sedang membicarakan sosok Ibu Rina yang menggairahkan dan penuh dengan seks appeal.
Saat tatapan mata kami bertemu, mengembang senyum manisnya padaku yang aku balas pula dengan senyum terbaikku yang dulu membuat istriku mabuk kepayang. Hehehehe… aku adalah seorang suami dari istri yang cantik dan telah mempunyai anak 4 orang. Mungkin dikarenakan nafsu seks ku yang terbilang tinggi sehingga kami tak memperdulikan program KB dari pemerintah. Istriku seorang yang begitu penurut dan selalu mengikuti kemauan suaminya. Sempat juga kudengar selentingan – selentingan dari ibu – ibu di kompleks ku yang berkata bahwa aku sungguh jantan dengan produksi super sehingga anakku banyak.
Hahahahaha…. Hal itu aku dengar sendiri dari istriku pada suatu malam selepas kami bercinta. Tinggiku terbilang sedang sekitar 175 lebih dengan berat yang ideal hanya saja memang body ku sedikit kekar laksana seorang tentara. Kulit tubuhku sawo matang dengan rahang yang kokoh sehingg tampak jantan. Apalagi hobbyku mengendarai motor besar sudah menjadi pembicaraan hangat di lingkungan kompleks.
Seminggu kemudian Ibu Rina bertandang kerumahku membawa buah tangan kepada istriku. Perilaku mereka jika sedang berbincang – bincang di kamar kami laksana remaja putri yang sedang membicarakan kekasih – kekasihnya. Aku tidak dapat mendengar apa cerita mereka hanya terkadang kutangkap suara berbisik saat aku sedang berada di ruangan depan sambil menonton televisi dan mereka di dalam kamarku berdua – duaan kemudian mereka tertawa terbahak – bahak. Akhirnya Ibu Rina pun menjadi kawan baik istriku. Semakin sering dia bertamu kerumahku membuat aku pun semakin akrab dengan nya walaupun hanya sebatas bertegur sapa yang bersifat formalitas.
Suatu siang yang terik istriku sedang keluar sebentar membeli keperluan rumah tangga bersama anak sulungku. Aku sedang santai sambil menonton acara televisi di hari libur itu. Ibu Rina datang sambil berjalan masuk ke dalam rumahku dan memanggil – manggil nama istriku.
“Loh, Mba’ nya kemana mas Ady?”. “Oh, lagi kedepan sebentar Bu. Paling sebentar lagi pulang” aku sedikit terperangah dengan pakaian yang dikenakan oleh Ibu Rina ini. Kostum khas bagi wanita yang habis aerobic menampakkan lekuk tubuhnya yang masih sintal dibalut dengan kulit yang kuning langsat. Aku menelan ludah sambil membuang jauh pikiranku yang mulai menerawang mengikuti hasrat ku yang mulai terusik.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, Ibu rina malah duduk di sebelahku sambil menghadap ke layar televisi dan tangannya menjumput kue yang terletak di depan meja tepat didepanku. Sempat ku
tangkap lekuk belahan pantatnya yang padat saat dia mengambil kue di meja depan kami. “Ya udah, aku tunggu disini deh!”. Ibu Rina menyilangkan kakinya sambil menyuapkan potongan kue ke bibirnya yang merah merekah. Dengan wajah yang menampilkan pesona seksual dan wangi tubunya yang mengundang hasrat kelai – lakian ku. Aku semakin salah tingkah duduk disebelahnya. Aku berusaha untuk menguasai diriku dan bertindak sewajarnya. “Eh, Mas Ady. Minta Pin BB nya dong. Kan kita bisa BBM an…”. Ibu Rina berkata sambil mencuil lenganku. Uuuhhhhh…. Setan – setan mulai menari di kepalaku, seolah mendapatkan durian runtuh, aku segera memberikan Pin BB ku kepadanya dan dia pun langsung memasukan aku di kontak BB nya.
Tak banyak yang terjadi saat itu, apalagi anak – anak ku masih sering mondar – mandir di hadapan kami. Tak lama kemudian istriku pulang dengan anak sulungku dan mereka pun melanjutkan rutinitas cekakak cekikik di kamar tidurku.
Memang kecanggihan teknologi semakin mempermudah setan menggoda manusia. Dengan fasilitas BBM yang tersedia di BB, kami pun mulai sering berkomunikasi melalui pesan BBM. Awalnya hanya bersenda gurau biasa. Aku pun berusaha untuk menjaga citraku dimatanya. Apalagi dia adalah teman baik istriku sehingga aku harus lebih berhati – hati menuliskan pesan – pesan lewat bbm itu. Entah kenapa dia terkadang menggodaku lewat pesan – pesan yang dia kirimkan. Sebagai lelaki normal yang memiliki hasrat seksual yang besar, aku pun dengan senang hati menanggapinya dan tentu saja hal ini tanpa sepengetahuan istriku. Apalagi itu adalah permintaanya untuk merahasiakan percakapan kami melalui pesan – pesan di BBM tersebut.
Semakin lama perbincangan kami semakin menjurus kepada sebuah perselingkuhan. Dia telah memintaku untuk memanggilnya dengan namanya saja tanpa embel – embel “Ibu” seperti yang selama ini aku lakukan. Mulai lah cerita – cerita tentang seks dikirimkan olehnya, bahkan dia pernah menanyakan seberapa besar ukuran kejantananku karena menurut dia aku adalah tipikal lelaki yang kuat dalam berhubungan seks. Itu pun dia ketahui dari cerita istriku yang sering menjadi bahan perbincangan mereka berdua. Aku jadi mengerti kenapa mereka sering tertawa hingga terbahak – bahak jika sedang berdua di kamar tidur aku dan istriku.
Siang itu Rina memintaku untuk menemuinya di salah satu Mall yang lumayan jauh dari tempat tinggal kami. Aku pun menyanggupinya dan mulai bertanya – Tanya ada apa gerangan yang membuatnya ingin bertemu diluar. Sebenarnya sebagai lelaki yang telah banyak makan asam garam percintaan, aku telah merasakan ada hasrat yang tersembunyi dari Rina. Apalagi pesan BBM yang dikirimkan teakhir sudah sampai kepada tahap mengirimkan foto – foto dia tanpa busana meskipun bagian vitalnya masih ditutupi oleh tangannya membuat fantasiku semakin tinggi. Aku duduk di sebuah tempat makan dimana dia memintaku untuk menemuinya ditempat tersebut.
Tak berapa lama Rina tiba dengan masih menggunakan seragam PNS nya dan kerudung dengan warna senada. Pikiranku mulai mengatur rencana untuk menentukan tempat kami kencan karena hampir dipastikan pertemuan ini akan menuju kearah sana.
“Sorry yah Mas, udah nunggu lama yah?. Tadi jalanan agak macet sih jadi rada telat deh nyampenya”. Rina berkata sambil mengambil posisi duduk tepat disebelahku sambil tangannya memegang pahaku dibawah meja. Semerbak harum parfumnya menambah tinggi khayalanku untuk dapat mereguk kenikmatan dunia bersamanya. “Kamu udah makan belom Rin?. Kalo belom makan dulu deh, mau makan apa? Biar aku pesenin yah.” Aku bergegas hendak memanggil pelayan tempat makan tersebut namun segera di sanggah olehnya. “Loh..mas udah makan belum?.
Aku sih udah makan tadi di kantor sebelum kesini.” Dia berkata sambil memegang tanganku yang hendak melambai memanggil pelayan. Tanganku digenggamnya dengan erat seolah ingin menyalurkan hasratnya yang terpendam. “Aku sih udah makan juga, ya udah kamu mau kemana dari sini?.” Aku berkata sambil memandang lekat bola matanya yang terlihat mulai sayu dipenuhi dengan gejolak hasrat yang membuat pandangannya menantang naluri keperkasaanku. “Kita cari tempat istirahat aja mas. Aku cape’ banget nih hari ini kerjaan lagi numpuk.” Tanganku kembali diremas – remas sambil menatap ku dalam – dalam.
Singkat cerita dengan mengendarai jeep ku, kemudi aku arahkan ke sebuah motel jam – jaman yang letaknya sedikit di dalam sehingga parkirannya aman dari pandangan jalan besar. Sepanjang perjalanan Rina mulai percakapan yang biasa tanpa mengarah kepada hal – hal yang berbau seks. Mungkin dia juga masih canggung sama sepetirku, karena dia adalah teman baik istriku sendiri. Batinku mulai berkecamuk antara nafsu dan sungkan.
Setelah aku menyelesaikan administrasinya kami berjalan beriringan ke dalam kamar yang terletak di pojok dalam lantai dua Motel tersebut. Begitu di dalam kamar aku segera merebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk dengan dipenuhi pikiran – pikiran yang masih berperang antara iya dan tidak. Aku bingung harus memulai dari mana, padahal kami telah berdua didalam kamar dan semuanya telah mendukung kearah peselingkuhan yang indah. Aku tak tahu harus bagaimana dan berkata apa, akhirnya kupejamkan mataku sambil berlagak seolah – olah aku hendak tidur di atas kasur itu, menunggu reaksi lebih lanjut darinya.
“Loh, mas cape ya?. Emang kita kesini mo tidur?. Aku pijetin yah?.” Terasa kasur sebelahku tertimpa badannya dengan tangan yang mulai memeluk tubuhku yang terlentang dengan mata yang setengah terpejam. Dadaku yang masih terbalut kemeja lengan pendek perlahan di elus – elus oleh tangannya dan jemarinya dengan lincah mulai mencari – cari puting dadaku dan terasa usapan – usapan halus didaerah itu. Nafsuku yang masih kutahan terasa berontak diiringi dengan rasa geli pada puting dadaku akibat ulahnya.
Mungkin istilah “sedikit berkata banyak bekerja” adalah istilah yang pas pada saat itu, kami tidak banyak berkata – kata hanya hasrat birahi yang menuntun kami meminta untuk dipenuhi. Wajahnya mulai mendekati wajahku hingga dengusan nafasnya terasa di pipi dan telingan kiriku.
Tak tahan dengan perlakuan nya yang mulai mencium pipi dan menjilat – jilat kecil telinga kiriku aku segera membalikan wajahku menghadap wajahnya dan bibirku langsung melumat bibir merahnya yang merekah. Kami telibat ciuman panjang dan tangannya tergesa membuka kancing kemejaku. Tanganku pun tidak mau tinggal diam melainkan ikut membuka baju kerja PNS nya. Tangan kananku menyelusup ke dalam baju kerja yang baru terbuka sebagian untuk segera meraih payudara yang selama ini memenuhi hasrat dalam hayalku. Kuremas – remas payudara yang masih terbungkus dengan Bra nya sambil bibirku terus melumat bibir merahnya.