Mobil Merah Tetangga Sebelah

Mobil Merah Tetangga Sebelah

KILAUDEWASA –Aku baru saja memasuki rumah ketika kulihat sesuatu di rumah sebelah. Rumah Sesyl kelihatan agak berbeda dari biasanya. Disana, di pekarangan rumah itu terparkir sebuah Honda Jazz berwarna merah. Aku agak bingung sekaligus bertanya-tanya bagaimana mungkin ayahnya Sesyl yang selama ini hanya bekerja sebagai kuli bangunan itu bisa membeli Honda Jazz? Biasanya juga sehari-harinya suka minjem uang ke ibu.

Aku sudah berada di depan kamar. Aku melihat ke ruang lain sejenak, ada ibu yang sedang menyiapkan makan malam disana. Aku bermaksud menghampiri dan ingin menanyai mobil yang ada di rumah sebelah. Namun, kuurungkan niatku karena ku yakin ibu tidak akan pernah mau membahasnya. Ibu selalu mengingatkanku bahwa tidak ada baiknya mencari tahu urusan orang lain. “nanti jadi ghibah lho”, begitu ibu berujar selalu.

Aku memasuki kamar dan kembali melirik ke rumah sebelah melalui jendela kamarku. Kamarku terletak paling depan, tepat disebelah ruang tamu sehingga dari jendela kamarku itu kita akan langsung terhubung dengan pekarangan minimalis dan bisa langsung melihat ke rumah tetangga sebelah. Lagi-lagi rasa keingintahuanku menggelitik otakku. Pertanyaan-pertanyaan muncul seolah tidak percaya dengan apa yang aku lihat.

“bagaimana mungkin pak Joni bisa membeli mobil?”, “apakah Pak Joni baru saja menang lotre?”, “atau mungkin pak Joni melakukan pesugihan ?”. Pertanyaan itu berputar-putar di pikiranku tanpa ku tahu jawabannya.

Malam itu setelah makan malam aku tertidur dengan berbagai pertanyaan tentang pak Joni yang tidak bisa terjawab.

Hari ini aku agak terlambat berangkat ke sekolah. Namun, untungnya guru yang mengajar belum masuk sehingga aku bisa berjalan tenang melalui lorong kelas. Aku baru saja menghempaskan tubuhku ke bangku di sebelah Gina. Namun, sahabatku itu langsung memberondongku dengan berbagai pertanyaan.

“Re, beneran ya ayahnya Sesyl menang lotre semalam ?”, pertanyaan itu meluncur dengan santai dari bibir Gina.

“nggak tahu gin, aku nggak nanya”, aku menjawab sekenanya.

“lagian buat apa kita ngurusin masalah orang lain”, aku berujar lagi.

Tanpa ku minta Gina mulai bercerita tentang Sesyl yang diantar oleh ayahnya tadi. Anak-anak lain juga mulai berkicau mengatakan hal-hal aneh tentang Sesyl, mulai dari dugaan bahwa ayah Sesyl menang lotre, sampai anggapan bahwa ayah Sesyl memakai ilmu hitam untuk mendapatkan itu semua. “persis sama dengan apa yang ada dipikiranku semalam”, batinku.

Hari itu, kelasku diributkan dengan masalah Sesyl. Sementara itu, Sesyl seperti tidak ingin berkomentar dan tiap kali ditanya tentang itu hanya tersenyum.

Sore ini aku baru saja selesai mandi. Di kamarku sudah ada Gina yang sedang memegang majalah sambil melihat kearah jendela. Aku memang sudah ada janji dengan Gina untuk mengerjakan tugas.

“Re, coba kamu lihat ke sebelah, Sesyl lagi sama om-om”, Gina memanggilku yang masih mengenakan handuk.

“kamu jangan asal ngomong deh, mana mungkin Sesyl kayak gitu”, aku mencoba membela Sesyl sembari melihat keluar jendela.

“Astaghfirullah….”, tanpa sadar mulutku berujar melihat yang terjadi di luar. Apa yang kulihat dari balik jendela membuatku shock. Sesyl sedang berbincang-bincang dengan seorang lelaki paruh baya yang tidak aku kenal. Jujur, aku kenal hampir semua saudara dari ayah atau ibunya namun laki-laki yang sekarang aku lihat memang tidak pernah kulihat sebelumnya.

“Wah Re, ini jauh lebih buruk dari dugaan anak-anak Re”, Gina mulai berkomentar lagi sambil memegang bahuku. Aku hanya terdiam. Namun aksi diamku dimanfaatkan Gina. Tangannya menjalar ke buah dadaku yang masih terbungkus handuk.

“eeeeh, Gina mau ngapain??”, Tidak menjawab, Gina malah mencium bibirku dengan lembut. Aku kaget tapi tidak sanggup melawan. Bibirnya melekat kemudian melumat dengan lembut. Rasa ini terlalu nikmat untuk dilawan. Sambil mencium, tangan Gina terus bergerilya di buah dadaku.

Perlahan tapi pasti handukku mulai melorot dan jatuh kebawah. Gina semakin menjadi-jadi, ritme remasannya pd buah dadaku semakin cepat, aku merinding, lututku serasa goyah ketika satu tangannya menjalar kearah selangkanganku.

“Ahhhhsssh…… ”, aku mendesah ketika Gina berhenti melumat bibirku, dada Gina bergerak seirama dengan helaan nafasnya.

“pindah ke kasur yuk Re”, Gina berbisik di telingaku.

“Jangan Ahhh…”, aku menggelengkan kepala kemudian berkata “udah ya Gin, jangan terlalu jauh, aku mau pake baju dulu”, aku mengambil handukku yang tergeletak di lantai.

Gina menolak keinginanku. Ia menahan tanganku yang sudah kembali memegang handuk.

“pleaseee, ayolah Ree, tanggung…”, Gina menatapku penuh harap. Dia terus merengek memaksakan keinginannya.

Setelah menghela nafas panjang, akhirnya aku menuruti keinginan Gina, ada rasa cemas yang mengisi relung dadaku, ada sedikit rasa penasaran, namun juga ada rasa takut untuk melakukan hal baru seperti ini.

Gina menuntunku naik ke atas kasur, ia menyuruhku berposisi menungging. Ia sedikit mendorong tubuhku, kemudian sedikit menunggingkan pantatku, berat badanku sekarang tertumpu pada kedua tanganku. Gina mengelus lembut betisku. Usapan-usapannya semakin naik merayap ke atas, merayapi permukaan paha bagian dalamku. Pelan tapi pasti tangannya hinggap di pantatku.
Lubang anusku menjadi tujuannya. Dengan agak menundukkan badannya, ia mulai mengelus-elus lubang yang selama ini ku anggap kotor itu. Ia semakin menunduk hingga akhirnya aku merasakan sesuatu yang basah hinggap di lubang anusku, aku mencoba melihat kebelakang, ternyata lidahnya sudah mengulas-ngulas lubang anusku, membasahinya dengan air liurnya sebagai pelumas dan kemudian ditusuknya lubang anusku dengan lembut.

“Uhhhh….” Aku menarik pinggulku ketika jari Gina mengelus lembut lubang anusku. Perlahan-lahan jarinya menekan-nekan berusaha melakukan penetrasi.

Nafasku kadang-kadang memburu, kadang tertahan, kadang menghela nafas panjang dengan tubuh yang mengejang ketika perlahan-lahan jari sahabatku itu memasuki lubang anusku.

“Ahhhhhh…, Shhhhhhh, pelanh, pelannhhh….” aku mengernyit ketika Gina mulai menarik dan menusukkan jari telunjuknya, Gina menghentikan gerakan jarinya, dengan lembut Gina mengecupi buah pantatku, ia memberiku kesempatan agar dapat membiasakan diri dengan sebuah jari yang tertancap dilubang anus. Agak lama barulah Gina melanjutkan gerakan jarinya, ditariknya perlahan kemudian ditusukkannya dengan selembut mungkin.
Pin ini berisi gambar:

Tangan Gina yang satunya lagi membelai-belai permukaan vaginaku yang bersih tanpa bulu, Gina tersenyum, Aku memang rajin mencukur buluku, dan rajin merawat daerah intimku itu.

Jari Gina mulai melakukan gesekan pada belahan vaginaku sekaligus menarik dan menusukkan jarinya pada lubang anusku. Mulutku ternganga-nganga tanpa dapat mengeluarkan suara, yang ada hanya desahan nafas yang tersendat-sendat.

“Sssshhhhhhh…..,” kepalaku terangkat keatas, mulutku sedikit ternganga, kemudian mendesah panjang “Ahhhhhhhhhhhh……..”

“Crrrrrrrrttt… Crrrrtttt….” tubuhku mengejang kemudian seperti terhempas dengan lembut, lubang vaginaku berdenyut-denyut membuahkan rasa nikmat yang menjalari sekujur tubuhku.

Mulut Gina buru-buru melumat lubang vaginaku, diemutnya dengan lembut, dihisapinya cairan-cairan lengket itu sampai kering. Rasa nikmat yang sangat luar biasa membuat kaki dan tanganku ikut gemetar, dan tanpa bisa ku tahan tubuhku terhempas ke kasur.Gina ikut-ikutan berbaring dan mengusap rambutku.

“Gimana Re? enak ga?”, Gina menatap nakal kearahku yang masih tersengal-sengal. Lebih kurang lima menit aku terkapar dan Gina memeluk sambil mengusap rambutku lembut.

Tiba-tiba terfikir olehku untuk membalas Gina. Aku melepas pelukannya dan bangkit, tanganku bergerak liar menelanjangi Gina tanpa ada perlawanan. Aku memeluk erat tubuhnya. Dia mendesah sambil membalas pelukanku, untuk beberapa saat kami berdua saling berpelukan, rasa hangat dan desiran darah itu kembali menjalari tubuhku, perlahan membakar kemudian dengan mengobarkan lagi birahiku. Aku merundukan kepalaku untuk mencium bahu Gina, ku kecup lembut bagian itu. Kecupanku perlahan menjalar ke leher Gina, sebelum akhirnya bibir kami menyatu, saling memagut, saling mengecup dan saling kulum.

Gina tersenyum kecil sambil menggesek-gesekkan dadanya pada dada ku. Aku juga ikut menggerak-gerakkan dadaku, sesekali desahan kecil bergantian keluar dari mulut kami.

“Re, lagi ngapain di dalam?”, bantuin ibu masak buat makan malam dong sayang”, gerakan dan desahan kecil kami terhenti karena terusik oleh suara ibu yang sudah berdiri di depan pintu kamarku.

“aku masih ngerjain tugas bu, kalau bantuin ibu dulu takutnya ntar Gina pulangnya kemaleman, aww!”, aku melotot ke arah Gina yang tiba-tiba menarik putting buah dadaku.

“itu kenapa teriak-teriak? Klo ngerjain tugas yang serius, jangan sambil becanda, biar cepat selesainya. Ya udah, ibu ke belakang dulu nyiapin makan malam ya sayang”, langkah kaki ibu mulai terdengar menjauh dari kamarku.

“ini si Gina tiba-tiba main cubit aja bu, awww Gina pleaseee…”, lagi-lagi Gina memutar-mutar dan menarik putingku. Aku mendelik kearah Gina dan dibalas dengan senyuman nakal olehnya. Awass yaa, pasti ku balas!, batinku.

Tak terdengar lagi suara langkah kaki ibu, sepertinya beliau sudah sampai di dapur. Perlahan-lahan kami memulai kembali kegiatan yang sempat terhenti. Aku menundukkan kepalaku kearah payudara Gina, aku kecupi dengan lembut bulatan dada Gina yang menggembung semakin membuntal padat, sesekali mulutku memagut-magut liar sampai Gina mendesah keenakan. Gina menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang, dan menyodorkan vaginanya kedepan dengan posisi kedua kakinya sedikit mengangkang. Kepalaku mengarah ke antara kedua kaki Gina, tanganku merayapi permukaan paha Gina, matanya menatap sayu ke arahku. Sepertinya dia sudah benar-benar ingin. Sedangkan tanganku mulai menjalar ke belahan vagina Gina sebelum akhirnya aku menjulurkan lidahku keluar dan memoles belahan bibir vagina Gina, kukecup bibir vagina Gina dan kuhirup aromanya yang masih sangat aneh bagi hidungku.
Bibir ku dengan lembut memagut-magut bibir vagina Gina, jariku menekan sisi bibir vagina Gina agar belahan itu sedikit merekah. Aku menggerakkan lidahku mirip seperti sedang mengait sesuatu, mengorek, dan mengulasi daging klitoris Gina yang semakin membengkak. Sesekali Gina menarik vaginanya ketika rasa geli itu semakin hebat menyerang daerah intimnya, namun kemudian menyodorkan kembali vaginanya ke mulutku. Tangan Gina membelai – belai rambut ku, dan sesekali mencoba meraih payudaraku yang menggantung. Kepala Gina kadang terangkat ke atas dengan mata terpejam-pejam menikmati pagutan-pagutan lidahku di vaginanya.
Wajah Gina tampak semakin sensual ketika mendesah-desah, kadang mulutnya seperti hendak mengucapkan kata “A”, kadang meruncing tajam.

“Reeeeeee….” Gina mendesah sambil mengusap-usap kepalaku.

“Ennghh…,gimana gin , enak?”, aku menghentikan sejenak aktivitasku dan menatap Gina yang masih tersengal-sengal.

“lumayanlah, untuk pemula kayak kamu”, ucapnya sambil meleletkan lidahnya.
“Shiittt! Dia malah mengejekku”, ujarku dalam hati.

Aku kembali menjulurkan lidahku sebentar ke vaginanya, kemudian aku membalikkan tubuh Gina. Gina mengikuti saja arahanku. Kemudian lidahku kembali beraksi, tetapi kali ini lubang anusnya yang menjadi tujuanku. Persis seperti apa yang ia lakukan padaku tadi. Lidahku mulai mengelitiki sela-sela pantat Gina, seinchi demi seinchi akhirnya sampai ke lubang anus Gina, ku remas lembut buah pantat Gina yang bulat padat, sambil lidahku tetap melumasi lubang anusnya. Setelah lubang anus Gina agak basah oleh air liurku, barulah ku tempelkan jari tengahku di lubang anus Gina.

”Annghhhhh….” Gina menggigit bibir bawahnya ketika merasakan jari tengahku mulai mengorek dan menusuk lubang anusnya, sepertinya ia sedikit merasa pedih ketika jari tengah ku perlahan-lahan memasuki anusnya.

“Aww….pelan-pelan Reeeee…..”aku menghentikan gerakan jari tengahku ketika Gina meringis.

“Ahh cemen, masa gitu aja sakit? Terus ga nih?”, Aku berbalik mengejeknya karena ia mengatakanku pemula tadi.

Gina tidak menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya. Setelah mendapat persetujuan, jari tengah ku kembali menekan dan kali ini lebih dalam.

“Cuppp.. Cupppp… Cuppp”,aku mulai sedikit bergeser. Aku mengecupi pinggul, pinggang, punggung dan kemudian mengecupi tengkuk leher Gina. Tangan kiriku begerak meremas-remas payudara Gina yang membuntal, semakin padat dan kenyal ketika tanganku mengelus dan meremasi benda itu.

Gina menolehkan kepalanya kearah ku, lidah Gina terjulur keluar menghampiri lidahku, mulutku terbuka lebar dan mencaplok lidah Gina kemudian lidah kami saling menghisap dengan lembut, tangan kiriku mulai merayap lagi kebawah meninggalkan dadanya, dan mulai mengelusi bibir vagina Gina, terkadang dengan gemas ku meremas-remas selangkangan Gina, sementara jari tengah tangan kananku yang masih mengait lubang anus Gina bergerak keluar masuk dengan lembut. Aku semakin giat merangsang Gina untuk mencapai orgasmenya.

“Aaaakhhhhhh…” Akhirnya Gina terpekik kecil ketika merasakan letusan nikmat yang diiringi dengan denyutan-denyutan kenikmatan di lubang vaginanya, hanya desahan-desahan kecil yang terdengar dari bibir Gina yang tersendat-sendat.

“Crrrrrrrrrrrrrt… Crrrrrrrrrtttt”

Ginapun akhirnya terhempas ke ranjang. Aku merapatkan buah dadaku ke punggung Gina, kedua tanganku menggenggam bongkahan payudara Gina, sesekali terdengar helaan – helanan nafas panjang diiringi oleh suara rintihan kecil. Kami sama-sama terbaring di ranjang.

Beberapa saat kemudian setelah tenaga kami kembali, Aku berjalan ke kamar mandi meninggalkan Gina yang masih terlihat pasrah, aku mencuci tangan dan kemudian mencuci wajahku kembali dengan pembersih muka. Aku beranjak kearah lemari bajuku, ku lihat Gina mengelap wajahnya dengan tissue basah, kemudian gadis itu berlalu masuk ke kamar mandi.
“Ahh, gila! Sahabatku itu sudah memberiku pelajaran baru”, aku membatin dan tersenyum sendiri.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *