Viral Dosen Bandung

Viral Dosen Bandung
Viral Dosen Bandung

Viral Dosen Bandung

KILAUDEWASA  –   Kisah Viral Dosen Bandung di mulai dari sini. Namaku Lola, seorang wanita berusia 28 tahun yang telah menikah dan dikaruniai seorang anak. Aku memiliki tubuh yang sering dipuji teman-temanku sebagai proporsi ideal, dengan tinggi 173 cm, berat 55 kg, kulit putih, dan penampilan yang mereka bilang mirip model. Banyak pria yang mencoba menggodaku karena fisikku, tapi aku selalu berusaha menjaga batasan.

Saat ini, aku menikmati karier yang cemerlang sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi negeri ternama di Bandung. Aku menjadi favorit mahasiswa, bukan hanya karena ilmu yang kubagikan, tapi juga karena penampilanku yang katanya menarik. Bahkan, aku pernah viral di media sosial sebagai “dosen cantik”.

Suamiku, seorang pengusaha mapan berusia 30 tahun, cukup tampan dan berpenghasilan lebih dari cukup untuk keluarga kami. Awalnya, kehidupan kami harmonis dan bahagia. Namun, belakangan ini, semuanya berubah. Ia semakin sibuk dengan pekerjaannya, jarang pulang ke rumah, dan komunikasi kami pun mulai tersendat.

Kebutuhanku, baik secara emosional maupun materi, sering kali tidak terpenuhi. Aku mulai merasa iri melihat teman-temanku yang sering memamerkan keharmonisan keluarga dan barang-barang mewah yang dibelikan suami mereka. Sementara aku, jangankan membeli barang branded, uang bulanan pun terbatas karena suamiku sedang fokus mengembangkan bisnisnya.
Untuk mengatasi rasa frustrasiku, aku mulai sering pergi bersama teman-teman. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, bahkan sesekali menerima ajakan makan siang atau jalan dari pria lain, sekadar untuk mengusir kebosanan. Sejak itu, banyak yang bilang aku berubah. Gaya berpakaianku yang dulu sopan dan konservatif karena profesi sebagai dosen kini menjadi lebih berani. Aku mulai memakai pakaian ketat yang menonjolkan lekuk tubuhku, seperti rok mini dan atasan yang memperlihatkan belahan dada. Dengan ukuran bra 36C dan rok pendek, aku sering menarik perhatian pria, dan jujur, itu memberiku kepuasan tersendiri.
Viral Dosen Bandung part 01

Suatu hari, suamiku memintaku menemui calon kliennya, Ammar, seorang pria keturunan Arab berusia 40 tahun, untuk menyampaikan proposal kerja sama bisnis. Suami sedang berada di luar kota, jadi aku yang menggantikannya. Aku pernah bertemu Ammar di acara pernikahan relasi suamiku, dan saat itu aku merasa tatapannya kepadaku sedikit berbeda, seolah ia tertarik.

Terpikir olehku untuk memanfaatkan situasi ini demi kelancaran proposal suamiku. Proyek ini besar, dan keberhasilannya bisa menguntungkan kami. Aku pun menghubungi Ammar untuk membuat janji. Ia terdengar antusias saat tahu akulah yang akan menemuinya. Kami sepakat bertemu di kantornya, tapi di hari H, ia mengubah lokasi ke sebuah restoran ternama untuk makan siang.

Aku berdandan dengan sangat hati-hati: rok pendek di atas lutut yang memamerkan kakiku yang jenjang, dipadukan dengan blus putih ketat berbelahan rendah yang menonjolkan lekuk tubuhku. Sesampainya di restoran, Ammar sudah menunggu. Tatapannya menjelajahi penampilanku dari ujung kepala hingga kaki, dan aku tahu aku berhasil menarik perhatiannya.
Kami mengobrol ringan, ia bertanya tentang suamiku dan kegiatannya. Saat membahas bisnis, aku menyadari ia sesekali mencuri pandang ke arah dadaku dan kakiku. Aku membiarkannya, karena itu bagian dari strategiku. Di akhir pertemuan, ia mengajakku bertemu lagi di hari Sabtu untuk makan siang, dengan alasan perlu mendiskusikan proposal lebih lanjut dengan penasihatnya. Aku setuju, meski curiga itu hanya alasan untuk bertemu lagi.

Dua hari kemudian, kami bertemu kembali. Kali ini, Ammar lebih santai dan terbuka. Ia memanggilku “Dek” dan memintaku memanggilnya “Mas” agar lebih akrab. Ia mulai berbagi cerita pribadi, bahwa ia seorang duda yang kesepian meski memiliki banyak harta. Aku berusaha tetap profesional, menanyakan tipe wanita idamannya, berharap mengalihkan topik. Dengan cerdik, ia memujiku, mengatakan bahwa wanita seperti akulah yang ideal baginya. Aku tersenyum, berusaha tidak terpancing, dan menjaga percakapan tetap ringan.
Viral Dosen Bandung part 02

Kami banyak mengobrol, dari hobi hingga hal-hal yang lebih pribadi. Entah mengapa, aku mulai merasa nyaman berbicara dengannya. Ia pandai memuji dan bersikap sopan, membuatku sedikit lengah. Di akhir pertemuan, ia bertanya kapan bisa bertemu suamiku. Aku menjelaskan bahwa suamiku akan ke luar pulau selama sebulan mulai lusa. Ia pun mengusulkan pertemuan lagi di kantornya pada Senin pagi untuk membahas kontrak kerja sama.

Senin pagi, aku tiba di kantornya yang mewah dan berkelas. Kami membahas kontrak dengan serius hingga menjelang tengah hari. Ammar mengajakku makan siang, dan aku menerimanya, berpikir ini adalah bagian dari proses negosiasi. Pertemuan itu berjalan lancar, tapi aku mulai merasa ada ketertarikan yang lebih dari sekadar bisnis di pihak Ammar.

Aku diantar oleh sopirnya, duduk di kursi belakang bersama Ammar di sedan Jerman mewah miliknya. Sepanjang perjalanan, ia bercerita tentang bisnis-bisnisnya yang luar biasa. Kami melewati lebih dari sepuluh perusahaan miliknya, dan aku tak bisa menahan rasa kagum. Namun, di balik kekayaannya, aku juga merasakan sedikit iba. Betapa sepinya memiliki harta melimpah tanpa seseorang untuk berbagi.

Kami tiba di restoran mewah dan eksklusif untuk makan siang. Ammar memesan ruang privat, membuat suasana terasa lebih intim. Saat berbincang, ia seolah bisa membaca kegelisahan di hatiku. “Dek, kamu tampak gundah saat membicarakan keluargamu. Ada masalah dengan rumah tanggamu?” tanyanya lembut.

Aku tak bisa menahan diri. Kuceritakan semua kegelisahanku tentang hubunganku dengan suami yang kini terasa hambar. Ammar mendengarkan dengan penuh perhatian, menanggapi setiap keluhanku dengan bijaksana, membuatku semakin kagum padanya. “Dek, kapan pun kamu butuh teman cerita, Mas selalu ada. Kapan saja,” katanya tulus.
“Terima kasih, Mas. Mas baik sekali mau mendengarkan ceritaku,” jawabku, merasa tersentuh. Setelah makan, ia menawarkan untuk mengantarku pulang. Ia juga mengatur agar mobilku yang tertinggal di kantornya diantar stafnya ke rumahku. Tanpa ragu, aku menerima tawarannya.

Dalam perjalanan pulang, ia mengajakku mampir ke sebuah mal. Di sana, ia membawaku ke gerai fashion mewah dari merek Italia ternama. “Dek, tas mana yang kamu suka?” tanyanya. Sebelum aku sempat menjawab, ia mengambil tas yang kusebut bagus dan langsung membelinya untukku. Aku terkejut. “Mas, ini terlalu mahal!” protesku.
Ia tersenyum, “Ini cuma ucapan terima kasih karena kamu mau mendengarkan cerita Mas. Sesuatu yang sudah lama nggak Mas rasakan.” Aku akhirnya menerimanya, berpikir bahwa baginya, ini mungkin tak seberapa. Lagipula, tas ini bisa jadi sesuatu untuk kupamerkan ke teman-temanku.

Sesampai di rumah, Ammar mengajakku makan malam pada Kamis malam. Aku menyanggupi, apalagi suamiku masih di luar kota. Toh, kerja sama ini akan menguntungkan suamiku juga, pikirku. Pada hari yang dijanjikan, aku berdandan dengan tank top mini dress hitam yang ketat, menonjolkan lekuk tubuhku dengan sempurna.
Aku memilih naik taksi karena masih merasa sungkan jika ia menjemputku. Sesampai di restoran, aku terpana. Ia memilih restoran mewah di rooftop dengan pemandangan kota Bandung yang indah di malam hari. Sungguh pilihan yang berkelas.
Saat makan malam, Ammar tak henti-hentinya memujiku. “Dek, aku sangat mengagumimu. Sejak pertama kali kita bertemu di acara pernikahan itu, aku sudah tertarik. Semakin kukenal kamu, semakin kuat keinginanku untuk memilikimu,” katanya tiba-tiba. Aku terdiam, perasaan bercampur aduk. Rumah tanggaku sedang tak harmonis, dan di hadapanku ada pria yang kagumi menyatakan perasaannya. Namun, aku masih memikirkan anakku.
Viral Dosen Bandung part 03

Melihat kebingunganku, ia berkata, “Dek, Mas nggak minta jawaban sekarang. Mas tahu kamu pasti bingung. Mas cuma minta kesempatan untuk membuktikan keseriusan Mas.” Setelah berpikir sejenak, aku menjawab, “Baiklah, Mas. Kalau cuma begitu, aku bisa.”
Sepanjang perjalanan pulang, Ammar semakin mesra. Anehnya, aku justru merasa nyaman, mungkin karena ia membuatku merasa diperhatikan. Di depan rumahku, ia memberikan sebuah iPhone baru. “Dek, ini supaya kita bisa komunikasi lebih leluasa tanpa khawatir ketahuan suamimu,” katanya. Aku menerimanya, meski ragu.
Sejak itu, komunikasi kami semakin intens. Ia sering mengirimkan kata-kata mesra, dan aku mulai terbawa suasana. Suatu hari, ia mengajakku ke rumahnya untuk menyelesaikan kontrak kerja sama. Aku sengaja berdandan seksi dengan hot pants dan tank top, sedikit berniat menggodanya.

Rumahnya luar biasa mewah, membuatku semakin kagum. Setelah urusan kontrak selesai, kami duduk santai di sofa. Ia mulai menggodaku, dan aku membalas dengan genit. Perlahan, ia mendekat. “Dek, kamu cantik banget hari ini,” katanya. “Makasih, Mas,” jawabku tersenyum.
“Kalau kamu berpakaian begini, Mas jadi pengen macam-macam sama kamu,” candanya.
“Macam-macam kayak apa, Mas?” tantangku.
“Jadi pengen meniduri kamu, Dek,” ucapnya blak-blakan.
“Emang Mas berani?” balasku, mulai terpancing.
Ia merangkulku, “Kalau Mas berani, gimana? Nanti kamu ketagihan, lho.” Aku tertawa,
“Emang Mas bisa bikin aku ketagihan?” Tiba-tiba, ia mengarahkan tanganku ke kemaluannya sambil berkata,
“Mas keturunan Arab, Dek. Ini besar.” Aku terkejut saat merasakan ukurannya. Pikiran nakal muncul: bagaimana rasanya jika itu masuk ke dalam diriku? Gairahku mulai bangkit.

Ia mencium pipiku, lalu bibirku. Aku membalas ciumannya, dan kami berpagutan penuh gairah. Tangannya meraba payudaraku, membuatku mengerang, “Erhh… pelan-pelan, Mas.” Ia semakin liar, meraba pahaku hingga selangkanganku. Aku mulai basah, gairahku tak tertahankan. Saat ia hendak membuka tank topku, aku berbisik,
“Ke kamar aja, Mas. Aku malu kalau di sini, nanti ada yang lihat.”
Ia menggendongku ke kamarnya. Kami kembali berpagutan. Ia membuka tank top dan braku, memuji keindahan payudaraku sambil menciumnya. Aku membalas, membuka kaus dan celananya. Penisnya ternyata lebih besar dari yang kubayangkan. Aku menjilatinya, membuatnya meracau kenikmatan. “Kamu pintar banget, Dek. Nikmat sekali,” pujinya.
Setelah puas dengan oral, ia membaringkanku di ranjang. Ia menjilati payudaraku, lalu turun ke vaginaku dengan ganas. Aku mengerang, “Ih… enak banget, Mas. Terus…” Jarinya masuk ke vaginaku, dan aku orgasme untuk pertama kalinya hanya dari oral sex.
Viral Dosen Bandung part 04

Kemudian, ia mengarahkan penisnya ke vaginaku. Perlahan, ia masuk, dan aku merasakan kenikmatan luar biasa. “Besar banget, Mas. Terusin…” pintaku. Ia mulai menggenjotku, semakin cepat. Aku meracau, “Ah… terus, Mas. Gede banget… enak!” Hingga akhirnya, aku orgasme lagi. Ia memposisikanku menungging, lalu menggenjotku dari belakang. Aku orgasme untuk ketiga kalinya.
Ia membaringkanku lagi, merebahkan tubuhnya di atasku, dan kembali menggenjot. “Dek mau sering digenjot Mas?” tanyanya. “Mau, Mas… ooh,” jawabku. Akhirnya, kami orgasme bersamaan. Ia menciumku, berkata, “Mas sayang kamu, Dek.” Aku membalas, “Adek juga, Mas.”

Pengalaman itu luar biasa. Empat kali orgasme dalam satu waktu, sesuatu yang belum pernah kurasakan. Sejak itu, aku dan Ammar semakin mesra, seperti dua sejoli yang dimabuk asmara. Kami sering melakukan video call mesra, dan aku mengiriminya foto-foto seksi, bahkan telanjang.
Kami juga sering bertemu di rumahnya untuk memadu kasih. Suatu kali, ia mengajakku menginap di villanya di Lembang. Aku beralasan ada kegiatan kampus. Pagi itu, ia menjemputku. Sepanjang perjalanan, kami bercumbu mesra di kursi belakang, tak peduli sopirnya.

Villa Ammar sangat indah, besar, dengan kolam renang dan pemandangan lembah yang menakjubkan. Tak lama setelah tiba, ia mengajakku berendam di jacuzzi. Aku masuk dengan hanya sehelai handuk yang kulepas saat masuk. Kami berpagutan, ia meremas payudaraku, dan aku semakin bergairah. Jemarinya menari di vaginaku, membuatku mengerang, “Enak, Mas… terus.”
Aku mengocok penisnya yang semakin keras. Tak sabar, aku duduk di atasnya, memasukkan penisnya ke vaginaku. “Ooh…” nikmatnya tak terbayangkan. Aku bergerak naik-turun, dan tak lama, aku orgasme. Ia lalu memposisikanku menungging dan menggenjotku dari belakang. Aku orgasme lagi, dan ia pun mencapai klimaks di dalamku.

Setelah puas bermain di jacuzzi, kami menikmati makan siang bersama. Sepanjang hari, aku hanya mengenakan lingerie seksi yang khusus dibelikan Ammar untukku. Menjelang sore, kami berada di balkon lantai dua, memandangi pemandangan matahari terbenam yang indah. Tiba-tiba, Ammar memelukku dari belakang, mulai mencium leherku dengan penuh gairah. Dengan penuh nafsu, ia memintaku berdiri mengangkang dan sedikit menungging, lalu menjilati vaginaku dengan liar.

Aku kembali basah, dan Ammar segera memasukkan penis besarnya ke dalam vaginaku. Sensasi melakukan hubungan intim di tempat terbuka membuat adrenalinku terpacu, bercampur dengan rasa takut kalau ada yang melihat. “Mas… aku malu, nanti ada yang lihat… ooh,” racauku di tengah kenikmatan. “Biarkan saja, Dek. Biar mereka iri melihatku menggagahimu,” jawabnya penuh percaya diri. Kami terus melakukannya cukup lama hingga akhirnya orgasme bersamaan.

Sepanjang waktu di villa itu, kami tak henti-hentinya bercinta—di dapur, ruang tamu, hingga pinggir kolam renang. Rasanya seperti tak ada kata lelah. Aku benar-benar ketagihan dengan Ammar, menikmati setiap momen intim dengannya. Keesokan harinya, kami pulang dengan perasaan puas yang tak terucapkan. Aku ingin terus merasakan sensasi ini.

Baru sebulan kurang kami dekat, tapi kisah intim kami sudah begitu banyak. Hampir setiap hari kami bertemu dan bercinta, meski kadang hanya sebentar di kantornya untuk quickie. Aku semakin terobsesi dengan seks, tak bisa sehari tanpa memikirkannya. Suatu hari, Ammar mengantarku ke kampus tempatku mengajar. Di parkiran, kami sempat bercumbu. “Mas, aku lagi pengen makan hotdog nih,” godaku sambil meraba penisnya. Kubuka celananya, menjilati penisnya dari pangkal hingga ujung, lalu memasukkannya ke mulutku.

“Enak banget, Dek. Kamu semakin pintar, Mas makin sayang,” pujinya. Aku terus menghisap hingga ia orgasme, spermanya mengalir hangat di tenggorokanku. “Makasih, sayang,” ucapnya sambil mencium keningku. Kebiasaan ini terus berlanjut setiap kali ia mengantarku mengajar.
Viral Dosen Bandung part 05

Suatu sore, saat Ammar menjemputku dari kampus di tengah hujan deras, kami kembali tak kuasa menahan gairah. Di parkiran, kami bercumbu hingga akhirnya bercinta di dalam mobil. Aku duduk di pangkuannya, menggoyangkan tubuhku saat penisnya masuk ke vaginaku. “Ooh… enak banget, Mas. Gede banget…” racauku, menikmati setiap genjotannya. Tak lama, aku orgasme lagi.

Kami punya kebiasaan baru: merekam setiap sesi bercinta kami seolah kami bintang film porno. Menonton ulang video-video itu selalu menambah keseruan. Bahkan, beberapa kali aku memamerkan video tersebut ke teman-temanku, ingin menunjukkan betapa perkasa Ammar saat bercinta denganku.

Suatu hari, Ammar menawarkan sesuatu yang berbeda: threesome dengan sopirnya, Ahmad, pria berusia akhir 40-an yang masih tampak segar dan tegap dengan kulit hitam bersih. Aku tahu Ahmad diam-diam menyimpan hasrat padaku, dan aku sendiri penasaran dengan sensasi threesome. Aku pun menyetujui. Kami pergi ke sebuah hotel mewah di pusat kota Bandung.

Di kamar hotel, sesuai instruksi Ammar, Ahmad mulai mendekatiku. “Neng, Kang Ahmad boleh nyobain ngewe sama Neng, ya?” katanya sambil meraba payudaraku lembut. Aku mengangguk, dan Ammar menyemangati, “Ayo, Mad, sikat!” Kami berpagutan, bertukar ciuman yang panas. Ahmad ternyata lihai bermain lidah. Tak lama, ia membuka mini dress dan celana dalamku. “Tubuh Neng indah banget, Kang Ahmad selalu penasaran,” katanya sambil menanggalkan pakaiannya.

Penisnya yang hitam dan kekar tampak di atas rata-rata, meski tak sebesar milik Ammar. Aku membayangkan kenikmatan dihujam dua penis besar. Ahmad mulai menjilati putingku, membuatku mengerang, “Ooh… enak, Mad…” Jemarinya yang kasar menjelajahi vaginaku, membuatku semakin bergairah. “Neng, Kang Ahmad pengen tititnya diisep,” pintanya. Aku menurut, menjilati penisnya dari pangkal hingga ujung, lalu menghisapnya. “Aah… enak banget, Neng. Pantesan Bapak ketagihan,” pujinya.

Setelah itu, ia memposisikanku menungging dan memasukkan penisnya perlahan, lalu menggenjotku semakin kencang. “Enak banget, Neng. Memek Neng sempit banget,” katanya. Aku meracau, “Terusin, Mad… ooh…” Saat itulah Ammar bergabung, mengarahkan penisnya ke mulutku. Sensasi dihujam dari dua sisi sungguh luar biasa.

Setelah puas dengan posisi menungging, Ahmad membaringkanku dan terus menggenjot dengan ganas, sementara aku menghisap penis Ammar. “Ooh… Ahmad mau keluar, Neng…” katanya. “Di dalam aja, Mad…” pintaku, merasakan orgasme mendekat. Kami pun orgasme bersamaan. “Gimana, Mad, enak nggak?” tanya Ammar. “Nikmat banget, Pak. Memek Neng Lola luar biasa,” jawab Ahmad antusias.

Mereka bergantian menggarapku, dan aku tak terhitung berapa kali orgasme hari itu. Pengalaman itu sungguh tak terlupakan, dan tentu saja kami merekamnya. Aku juga memamerkan video itu ke teman-temanku. Setelah itu, aku sering menggoda Ahmad, kadang meremas penisnya saat bertemu. Namun, Ammar tak pernah lagi mengajakku threesome dengan Ahmad. Mungkin ia merasa sedikit cemburu jika aku terus “dipakai” Ahmad.

Kehidupan seksualku bersama Mas Ammar semakin intens. Hubunganku dengan suamiku sendiri justru semakin jarang, bahkan aku tak pernah lagi mengambil inisiatif untuk berhubungan intim dengannya. Alasannya sederhana: suamiku sudah tak mampu lagi memenuhi hasratku yang kian menggebu.
Viral Dosen Bandung part 06

Namun, kabar mengejutkan datang di bulan ketiga hubunganku dengan Mas Ammar. Ia terserang jantung saat bekerja di kantor dan meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit. Aku benar-benar terpukul. Bukan hanya karena ia telah menggantikan peran suamiku dalam memenuhi kebutuhan seksualku, tetapi juga karena dukungan materi yang selama ini ia berikan.

Rasa kehilangan itu mendorongku untuk mencari pelampiasan baru. Aku mulai membuka diri lagi pada pria-pria yang mencoba mendekatiku, menerima ajakan mereka untuk makan malam atau sekadar mengobrol. Tak jarang, pertemuan itu berakhir dengan petualangan satu malam. Aku melakukannya karena dorongan hasrat yang begitu kuat, yang sebelumnya selalu terpenuhi oleh Mas Ammar.

Suatu malam, saat suamiku sedang dinas ke luar kota, aku pergi clubbing bersama teman-teman. Di sana, dua pria yang cukup tampan mendekatiku. Mereka memperkenalkan diri sebagai Anton dan Teddy. Usia mereka sepertinya lebih muda dariku, dan aku berpikir, “Boleh juga nih, main sama cowok-cowok muda pasti seru.” Akhirnya, kami memutuskan untuk melanjutkan malam itu di sebuah hotel.

Sesampainya di kamar hotel, aku terkejut. Dua pria lain, Joni dan Rendi, sudah menunggu di sana. Empat orang sekaligus? Aku sempat ragu, tapi hasratku sudah terlanjur membara. Anton dan Teddy mulai mendekat, menciumku dengan penuh gairah. Joni dan Rendi tak mau ketinggalan; tangan mereka mulai menjelajahi tubuhku, meremas dan memainkan payudaraku. Aku merasakan gelombang birahi yang semakin kuat.

“Wow, ini jackpot malam ini!” kata Rendi sambil memandangi tubuhku dengan penuh kekaguman. “Santai, kita nikmati pelan-pelan biar puas,” timpal Anton. Joni dan Rendi semakin liar, memainkan putingku dengan lidah mereka, sementara aku hanya bisa mendesah, “Ohh… enak…”

Anton dengan cepat melepas rok dan pakaian dalamku. “Wah, terawat banget ini,” ujarnya sambil mulai menjelajahi vaginaku dengan lidahnya. Aku mendesah semakin keras, tubuhku bergetar menikmati setiap sentuhan. Cairan pelumas mengalir deras, tanda aku sudah siap untuk langkah berikutnya.

“Udah becek banget, gua duluan ya,” kata Anton sambil memposisikan dirinya. Penisnya, meski tidak terlalu besar, terasa begitu hidup dengan urat-urat yang menonjol dan ujung yang tebal. “Ohh… sempit banget, enak!” erangnya sambil mulai menggerakkan pinggulnya.

Sementara itu, Teddy, Joni, dan Rendi juga tak tinggal diam. Mereka melepas pakaian mereka, memperlihatkan tubuh yang atletis dan penis yang, meski rata-rata ukurannya, cukup membuatku penasaran. Reza memintaku untuk menjilati penisnya, sementara Teddy dan Joni meminta tanganku untuk mengocok milik mereka. Aku merasa seperti berada di pusat kenikmatan yang luar biasa.

Anton mengubah posisiku, memintaku untuk memeluknya dari atas. Aku menggoyangkan pinggulku, merasakan penisnya menyentuh setiap sudut sensitifku. “Oh my God, enak banget!” erangnya. Di saat yang sama, Reza menyodorkan penisnya ke mulutku. Aku menghisapnya dengan penuh semangat, membuatnya mengerang, “Gila, sedotannya mantap banget!”
Viral Dosen Bandung part 07

Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu menyentuh lubang anusku. Ada cairan dingin—mungkin gel pelumas—yang membuatku sedikit terkejut. Tak lama, aku merasakan benda tumpul masuk perlahan. Itu Teddy. Ia berhenti sejenak setelah masuk, lalu mulai menggerakkan pinggulnya dengan pelan. Aku tak bisa berpikir jernih lagi. Tubuhku seperti diserang dari segala arah—vagina, anus, dan mulutku penuh dengan kenikmatan.

“Ehh… ohh…” Aku mendesah tak terkendali, sampai akhirnya orgasme pertamaku tiba. “Dia udah klimaks, pasti keenakan banget!” komentar Reza sambil tersenyum.

Sepuluh menit berlalu, Anton mencapai klimaksnya. Aku merasakan cairan hangat mengalir di dalam vaginaku. Tak lama, Reza juga memuncratkan spermanya di mulutku, membuatku sedikit tersedak karena volumenya yang begitu banyak. Teddy menyusul, mengisi anusku dengan cairannya. Aku merasakan aliran hangat dari kedua sisi tubuhku.

Tanpa memberiku waktu untuk beristirahat, Joni mengambil alih. Ia menggenjotku dari belakang dengan penuh semangat. Aku kembali mendesah, “Ohh… uhmm…” Kenikmatan itu membawaku ke orgasme kedua. Ketiga temannya hanya menonton kali ini, seolah menikmati pemandangan.

Malam itu berlanjut hingga pagi. Mereka bergantian menikmatiku, dan aku pun larut dalam kenikmatan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Kami akhirnya tertidur karena kelelahan.

Pagi harinya, mereka mengantarku pulang. Kami tak bertukar nomor telepon, tapi aku tak terlalu memikirkannya. Masih banyak pria lain di luar sana yang bisa kujelajahi. Rasanya, malam itu menjadi titik awal petualangan seksualku yang semakin liar.

Suatu hari, suamiku harus pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis, meninggalkanku sendirian selama dua minggu. Aku tak pernah ikut campur dengan urusan pekerjaannya, jadi hari-hariku kuhabiskan dengan jalan-jalan ke mal, pergi ke salon, atau mengikuti kelas senam untuk mengisi waktu.

Namun, kesepianku berubah drastis karena sebuah kejadian tak terduga yang melibatkan supirku, Bobby. Hari itu, setelah pulang dari kelas senam, aku tak menyangka apa yang akan terjadi. Seperti biasa, begitu tiba di rumah, aku membuka pintu mobil dan langsung masuk, melangkah menaiki tangga melingkar menuju kamar utama di lantai dua.

Di dalam kamar, aku melempar tas ke kursi dekat pintu dan mulai melepas pakaian senamku yang berwarna hitam, hingga hanya tinggal bra dan celana dalam. Saat melintas di depan cermin meja rias, aku terhenti sejenak. Aku memandangi tubuhku sendiri—betis yang masih kencang, pinggul lebar berbentuk seperti gitar dengan pinggang kecil, dan bokong yang masih kencang menonjol. Aku menyamping, memperhatikan lekuk tubuhku, lalu menatap buah dadaku yang masih terbungkus bra, terlihat penuh dan padat.

Tiba-tiba, aku tersentak. “Ouh, ngapain kamu di sini?!” seruku, kaget, saat melihat bayangan kepala Bobby di cermin. Rupanya, ia berdiri di ambang pintu kamar yang lupa kututup. “Jangan lihat! Keluar, cepat!” bentakku sambil buru-buru menutupi tubuhku. Tapi, alih-alih menurut, Bobby justru melangkah masuk, mendekat dengan tatapan tajam.
Viral Dosen Bandung part 08

“Bobby, keluar sekarang!” bentakku lagi, mataku melotot marah. “Silakan teriak sekuatnya, Bu. Hujan di luar akan menutupi suara Ibu,” katanya dengan nada menantang. Aku melirik ke jendela di sampingku. Hujan memang turun deras, dan dedaunan di luar bergoyang diterpa angin. Kamar ini kedap suara, membuatku semakin cemas.

Langkah Bobby semakin dekat, dan jantungku berdegup kencang. Aku mundur perlahan, tapi kaki akhirnya tersandung pinggir ranjang. “Mas, jangan!” ucapku dengan suara gemetar. Tiba-tiba, Bobby menerjangku. Tubuhku terpental ke ranjang, dan dalam sekejap, tubuhnya yang kekar menindihku. Aku meronta, menendang dan mendorongnya dengan kedua tangan dan kakiku, tapi tenagaku tak sebanding. Ia kewalahan sejenak, namun akhirnya aku berhasil melepaskan diri, berbalik, dan merangkak menjauh.

Tapi Bobby lebih cepat. Ia menarik celana dalamku hingga robek, membuatku terseret kembali ke pinggir ranjang. Aku terus merangkak, berusaha menjauh, tapi ia menangkapku lagi. Tiba-tiba, aku merasakan beban berat di pinggulku, membuatku tak bisa bergerak. “Bobby, jangan… tolong!” isakku, air mata mulai mengalir.

Bobby seolah tak mendengar. Dengan cepat, ia mengikat kedua tanganku ke belakang dengan tali entah dari mana. Lalu, ia menarik kakiku, mengikat pergelangan kakiku hingga aku tak bisa bergerak bebas. “Aku ingin mencicipi Ibu,” bisiknya di telingaku. “Sejak pertama kali melamar jadi supir, aku sudah membayangkan momen ini.” Napasnya terdengar memburu.

“Tapi aku majikanmu, Ben!” protesku, mencoba mengingatkannya. “Betul, Bu, tapi itu saat jam kerja. Sekarang sudah jam tujuh malam, aku bebas tugas,” balasnya sambil melepas tali bra yang kukenakan. Aku merinding saat ia mendengus di dekat telingaku, melepas pakaiannya sendiri, lalu membalikkan tubuhku hingga aku telentang.

Aku bisa melihat tubuh atletisnya yang telanjang. Tak lama, ia menarik kakiku hingga pahaku menempel pada perutku, lalu mengikatnya lagi dengan tali. Ia menggendongku ke sudut ranjang, mendudukkanku di pangkuannya, seperti ayah memeluk anak perempuan. Tangannya yang kasar mulai meraba pinggul, paha, dan bokongku, sementara tangan lainnya menahan pundakku hingga kepalaku bersandar di dadanya yang bidang.

“Bobby, tolong, jangan!” ucapku berulang-ulang, suaraku terbata-bata. Tapi ia tak peduli. Tangannya terus menjelajahi tubuhku, membuatku merinding. Saat jemarinya menyentuh belahan pahaku, aku menegang, merasakan sensasi seperti tersengat listrik. “Ohh…” desisku tanpa sadar saat jarinya mulai mengusap bibir vaginaku dengan lembut, naik-turun, hingga aku merasakan denyutan dan gatal yang tak tertahankan.

Birahiku mulai naik, apalagi sudah lama suamiku tak menyentuhku. Entah bagaimana, bibirku tiba-tiba bertemu dengan bibirnya. Kami berciuman penuh gairah, saling menjilat dan menghisap. “Lola, wajahmu begitu menggoda,” bisiknya dengan napas terengah. Lalu, ia menarik tubuhku hingga buah dadaku berada di depan wajahnya. Mulutnya langsung memagut putingku, mengisap dan menggigit kecil, membuatku mendesah panjang, “Ohh… Mas…”

Perasaanku campur aduk—takut, kesal, namun ada kenikmatan yang tak bisa kuingkari. Tiba-tiba, ia melepaskan tubuhku hingga aku terhempas ke ranjang. Tak lama, mulutnya melumat bibir vaginaku dengan buas, membuatku menggelinjang dan mengerang keras. “Bobby… cukup… ohh!” rintihku, tubuhku mengejang menahan sensasi geli dan nikmat yang luar biasa.

Jarinya mulai menjelajahi lorong vaginaku, mengorek dengan lembut namun pasti. “Sabar, sayang, aku suka sekali dengan tubuhmu,” gumamnya sambil terus menjilat. Setelah puas, ia mendekat ke wajahku, meremas buah dadaku. “Bu Lola, aku masuk sekarang, ya,” bisiknya. Aku hanya bisa memejamkan mata saat kurasakan penisnya yang keras mendesak masuk ke dalam vaginaku.
Viral Dosen Bandung part 09

“Aah… sakit!” jeritku, merasakan ngilu yang luar biasa. Tapi ia bergerak pelan, seolah menikmati setiap gesekan. Gerakannya semakin cepat, membuat tubuhku berguncang hebat. Tiba-tiba, kami sama-sama mengerang keras. Aku merasakan orgasme yang luar biasa, diikuti oleh Bobby yang terhempas di sampingku, napasnya tersengal.

“Sialan kamu, Bob!” geramku, memecah kesunyian. Setelah beberapa saat, napasku mulai tenang. “Kamu gila, Ben! Kamu memperkosa istri majikanmu!” kataku dengan nada kesal. “Bagaimana kalau aku hamil?” tanyaku lagi, cemas.
Gambar Story PIN
Baca Juga : Berita Bola Terbaru Dan Terupdate di sini

“Tenang, Bu. Aku sudah mencampurkan pil antihamil di air putih yang Ibu minum setiap pagi selama dua hari ini,” jawabnya dengan tenang. Aku terkejut. “Jadi, kamu sudah merencanakan ini?!” bentakku. Ia hanya tersenyum.

“Bagaimana, Bu? Tadi enak, kan?” tanyanya sambil membelai rambutku. Wajahku memerah. Dalam hati, aku tak bisa menyangkal bahwa aku menikmati kenikmatan itu, bahkan merasakan orgasme dua kali. “Lepasin talinya, Ben!” gerutuku, tanganku sudah pegal.

“Nanti dulu, kita mandi dulu,” katanya sambil menggendongku ke kamar mandi. Ia meletakkanku di lantai keramik di bawah pancuran shower, lalu menyalakan air. Tubuhku basah, dan ia mulai menggosok tubuhku dengan sabun cair, dari pinggul hingga buah dadaku. Tangannya yang kasar terasa lembut saat meremas putingku, membuatku kembali mendesah.

Setelah memandikanku, ia menggendongku kembali ke ranjang, masih basah. “Aku ambilkan makanan, ya,” katanya, lalu pergi dengan handuk melilit pinggangnya. Aku termenung. Sudah lama aku tak merasakan kehangatan seperti ini karena suamiku yang selalu sibuk. Meski aku kesal dan malu, ada perasaan lega yang sulit kujelaskan.
Viral Dosen Bandung part 10

Bobby kembali dengan nasi goreng dan segelas minuman favoritku. “Biar aku suapin, Bu,” katanya lembut. Aku mencicipi makanannya, dan ternyata cukup enak. “Kamu yang masak, Ben?” tanyaku. “Iya, siapa lagi? Kan cuma kita di rumah,” jawabnya.

“Bu, boleh aku panggil Mbak Lola? Biar lebih akrab,” pintanya. “Terserah,” jawabku. “Kalau gitu, panggil aku Bang Bobby, ya,” celetuknya. Aku hanya mengangguk, masih merasa campur aduk.

“Masih kuat, Mbak?” tanyanya dengan senyum nakal, tangannya kembali meraba tubuhku. Aku menunduk, tak menjawab. Dalam hati, aku tahu aku tak rela, tapi kenikmatan tadi membuatku tak bisa menolak sepenuhnya. Malam itu, aku seperti kembali merasakan gairah yang telah lama hilang.
Viral Dosen Bandung sampai di sini untuk kisah panas lain ya bisa kepoin terus link bio ya guysss

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *